Manfaatkan Aset Lingkungan Sekitar Untuk Akses LMS Program Pendidikan Guru Penggerak

 

Zakharias Akung, CGP Angkatan 10 Kabupaten Manggarai Akses LMS di tepi Pantai (Foto: Istimewa)

Senin dan Selasa, tanggal 3-4 bulan Juni merupakan jadwal Pelaksanaan Pendampingan Individu 2 (PI 2) Calon Guru Penggerak, Angkatan 10 Kabupaten Manggarai di SDI Watudali dan SDI Lenggos, Kecamatan Satarmese Barat. Kedua Calon Guru Penggerak di kedua sekolah tersebut memiliki kesamaan situasi yang mereka alami. Situasi yang dimaksud adalah daerah tersebut merupakan daerah yang tidak memiliki akses internet untuk mengakses LMS (Learning Management System) Program Pendidikan Guru Penggerak. SDI Watudali berlokasi di desa Satarluju dan SDI Lenggos berada di desa Satarlenda. Tidak hanya jaringan internet, jaringan untuk telepon biasa saja belum ada di wilayah tersebut.

Sungguh suatu hal yang cukup menarik untuk dikisahkan. Di satu sisi tuntutan pembelajaran Pendidikan Guru Penggerak Hybrid (Daring dan Luring) tentu akan memberikan tantangan besar bagi kedua Calon Guru Penggerak (CGP) di sekolah tersebut. Untuk bisa mengakses modul pembelajaran dan melengkapi tagihan tugas pada LMS kedua CGP tersebut harus mencari daerah yang memiliki jaringan internet dan bisa dijangkau dari tempat tinggal mereka.

Mereka tentu tidak seperti CGP-CGP yang ada di daerah kota atau daerah yang memiliki akses internet. Mereka tentu, tidak bisa mengakses LMS di kursi empuk, di ruangan hangat sambil menikmati secangkir kopi ataupun teh.

Mereka mengkases LMS ataupun mengikuti sesi ruang virtual baik bersama fasilitator maupun bersama instruktur di bibir pantai yang dibaluti dengan hutan dan pepohonan tinggi menjulang. Tak ada kursi, tak ada meja untuk bisa duduk manis. Yang ada hanyalah pantai berbatu, dengan buihan ombak berkejar-kejaran menciumi bibir Pantai. Sesakali bisa diskusi makin seru dalam ruang virtual, kecupan ombak di jemari kaki menyadarkan keduanya kalau air laut sudah mulai pasang.

Kadang pula mereka diingatkan oleh bunyi ketinting nelayan yang hendak melaut bahwa hari sudah mulai gelap. Gelap tanpa cahaya apa pun selain sinar gawai pun laptop yang melekat diantara kedua paha mereka. Mereka juga seringkali harus berjibaku menahan dinginnya angin dari Samudra Hindia yang meniup kencang dan terkadang membawa serta rintikan hujan yang tidak bisa diprediksi. Alhasil, sesekali mereka harus menikmati daring baik saat menggugah tugas ataupun mengikuti sesi ruang kolaborasi dengan memakai jas hujan. 

Pak Aris dan Ibu Rila saat kegiatan Ruang Kolaborasi Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 10 (Foto: Istimewa)

Usai melakukan pendampingan individu di SDI Lenggos, dipandu langsung oleh Pak Aris, CGP asal SDI Lenggos, penulis yang adalah Pengajar Praktik bagi bapak Zakharias Akung dan ibu Fransiska Aprila Jalus, menuju lokasi dimana keduanya menjadikan bibir Pantai itu sebagai rumah kedua mereka.

Sesampainya di sana, Pak Aris menjelaskan secara detail tempat tersebut. Mulai dari tempat yang baik untuk menangkap jaringan internet yang cukup stabil hingga tempat yang cocok untuk berteduh ketika hujan datang. Beliau benar-benar menguasai tempat itu secara rinci. Penulis mencoba melakukan telepon dengan menggunakan jaringan internet,  memang apa yang disampaikan pak Aris benar. Menurutnya, disana jaringannya jenis GSM alias Geser Sedikit Mati.

Penulis lalu mencoba mendokumentasikan beberapa gambar di sana. Sambil melihat pak Aris yang sudah mulai mengaktifkan laptopnya untuk mengakses LMS Program Pendidikan Guru Penggerak. Dia menjelaskan bahwa, selagi ada waktu kosong, dia ingin memanfaatkan waktu tersebut dengan baik. Nampak dari raut wajah, Pak Aris sedang menyimak beberapa tugas dan tanggal jatuh tempo alias Due Date tugas pada Modul 1.4 yang sudah pada penghujung alur pembelajaran.

Baik Pak Aris, maupun ibu Rila berkisah bahwa bisa saja keduanya perdi ke tempat yang akses internetnya baik di tempat keluarga atau teman di seputaran wilayah Satarmese, namun kecintaan mereka dengan anak murid serta kesetiaan dengan tugas masing-masing, keduanya lebih memilih pantai tak bernama itu sebagai rumah kedua sekaligus saksi sejarah bagi keduanya menggapai keberhasilan dalam program Pendidikan Guru Penggerak. Pantai tak bernama merupakan tempat terdekat yang memiliki akses internet terbaik seputaran wilayah tempat tinggal mereka.

Sebagai pendamping yang pernah melewati tahap seperti keduanya, Penulis memberikan penguatan dan motivasi kepada mereka agar tetap menjaga kesehatan di tengah tuntutan tagihan dan padatnya jadwal kegiatan Program Pendidikan Guru Penngerak Angkatan 10 dan tugas pokok sebagi guru dan kepala sekolah. Kepada keduanya saya mengutip kata bijak kepala sekolah SDI Watudali, Stanislaus Teok. Dalam momen pendampingan Individu kedua (PI 2) beliau mengatakan “Lakukan segala sesuatunya dengan tulus dan setia, niscaya sesulit apapun tantangannya pasti akan terlewati”.

Kepada mereka penulis menyampaikan keduanya merupakan tokoh yang menjadi inspirasi bagi para guru di kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai atau bahkan di Indonesia bahwasanya Pendidikan Guru Penggerak Reguler bisa dilaksanakan di tengah minimnya akses internet. Mereka telah mematahkan banyaknya anggapan guru-guru yang memilih tetap berada pada zona nyaman dan menjadikan akses internet sebagai penghambat bagi mereka untuk mengikuti seleksi program pendidikan guru penggerak (Red*).




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERITA: 107 Calon Guru Penggerak Kabupaten Manggarai telah Menyelesaikan Pendidikan Guru Penggerak

FEATURE PROFIL: Terpanggil Menjadi Seorang Guru Setelah Menyandang Sarjana

Pesan Bernas Moderator THS-THM Distrik Keuskupan Ruteng Kepada Peserta Pendadaran Sebagai Pelayan Kasih